- Pemprov Lampung Dukung Peran Strategis Mahasiswa NU Dalam Pembangunan Daerah
- TNI- POLRI Gelar Patroli Skala Besar, Jaga Kamtibmas Pasca Unjuk Rasa
- Polres Tulang Bawang Barat Laksanakan Patroli Skala Besar
- Harga Terjangkau, Warga Antusias Sambut Pasar Murah PMI Lampung di Pesawahan
- Langkah Konkret Lestarikan Sejarah, Rumah Daswati Didorong Jadi Cagar Budaya
- Pererat Sinergitas, DPP Jagat Buana Nusantara Gelar Silaturahmi
- ASDP Apresiasi Pelanggan Setia dan Terus Dorong Budaya Tertib Digital
- Satu Tahun Buron, Polres Lampung Selatan Berhasil Tangkap Pelaku Pencurian
- Modus Penggelapan Motor Ternyata untuk Jaminan Pinjam Uang
- Polsek Palas Amankan 2 Warga Bangunan dan 1 Kalirejo Edarkan Narkoba
400 Guru Honorer R4 Non ASN Mengadu ke LBH

Bandar Lampung, MFH,-- Ratusan guru honorer di Provinsi Lampung yang tergabung
dalam Aliansi Guru Honorer R4 Non ASN
Non Database mengadukan nasib mereka ke
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung, Senin (7/7/2025). Mereka
menyampaikan keresahan soal status kelulusan PPPK dengan kode R4 yang hingga
kini belum diatur dalam regulasi yang jelas.
Perwakilan guru honorer yang
berasal dari SMAN dan SMKN di Bandar Lampung, Metro, Tanjung Bintang, hingga
Tulang Bawang Barat itu mengaku telah mengikuti seluruh proses seleksi PPPK
tahap 2. Namun, meski lulus, mereka hanya mendapatkan kode R4 tanpa keterangan
lebih lanjut. Ketidakjelasan status ini membuat mereka digantung tanpa
kepastian hukum maupun nasib kepegawaian.
Baca Lainnya :
- Pemprov Lampung Pastikan Proses Penyerahan SK PPPK Sesuai Jadwal Nasional0
- Satgas Ops Damai Cartenz, Kejar Pelaku Pembakaran Rumah Bupati dan Kantor Distrik0
- Tingkatkan Soliditas, Danbrigif 4 Mar/BS Olahraga Bersama Perwira di Yonif 7 Mar0
- Bupati Tanggamus Apresiasi Kominfo dan Soroti Lonjakan Stunting0
- Bupati Tanggamus Lantik dan Ambil Sumpah Pejabat Baru Guru Fungsional0
“Ada sekitar 400 orang yang hari ini bernasib sama,” ungkap Prabowo Pamungkas, Kepala Divisi Advokasi LBH
Bandar Lampung.
Ia juga menjelaskan bahwa para
guru honorer tersebut telah mengabdi di institusi pendidikan selama 5 hingga 20
tahun, namun hingga kini belum mendapatkan kejelasan terkait status
pengangkatan mereka sebagai PPPK. Ia menilai persoalan ini bukan sekadar
masalah teknis, melainkan mencerminkan kegagalan struktural negara dalam
menyelenggarakan sistem pendidikan yang adil.
“Program satu juta guru PPPK
yang dijanjikan pemerintah justru menyisakan ironi. Bahkan banyak guru yang
telah memenuhi passing grade tetap tidak memiliki kejelasan status,” ungkap
dia.
LBH Bandar Lampung kini mendampingi para guru R4 dan telah
mengirim surat permohonan audiensi kepada Komisi V DPRD Provinsi Lampung.
Menurut Prabowo, karena mayoritas guru honorer R4 adalah guru SMA dan SMK, maka
kewenangan pengangkatan berada di tangan pemerintah provinsi.
“Kami berharap pemerintah tidak hanya sibuk membuat
kebijakan populis seperti penghapusan uang komite, tapi juga menjamin hak-hak
guru sebagai garda terdepan pendidikan. Kalau guru tidak sejahtera, bagaimana
mungkin pendidikan bisa berkualitas?” ujarnya.
Ketua Aliansi Guru Honorer R4,
Heru, juga menyuarakan tuntutan agar pemerintah mengeluarkan regulasi yang
berpihak. Menurutnya, peserta seleksi PPPK tahap 1 masih memiliki kejelasan
lewat kode R2 dan R3. Namun, peserta tahap 2 dengan kode R4 justru dibiarkan
tanpa arah.
“Kami ini mau dibawa ke mana? Kami sudah mengabdi
bertahun-tahun. Saya sendiri sudah 4 tahun, ada yang 8 tahun, 18 tahun, bahkan
20 tahun. Tapi sampai sekarang tidak ada aturan yang mengatur nasib kami,” kata Heru.
Hal yang sama juga disampaikan
Lilis, guru honorer yang telah mengabdi selama 20 tahun.
“Bayangkan, 20 tahun mengajar tanpa status. Ada guru
baru setahun sudah diangkat jadi ASN, kami yang lama malah dianggap tidak ada.
Sekarang kami kehilangan jam mengajar karena formasi PPPK sudah terisi, padahal
jam itu syarat agar sertifikasi bisa cair. Kalau begini terus, kami bisa
terlempar dari sekolah kami sendiri,” ungkapnya.
Via, guru honorer lainnya,
mengungkapkan bahwa pendataan terakhir hanya menyentuh guru tahap 1. Sementara
status R4 non-database membuat mereka luput dari sistem.
“Kami ini digaji dari dana BOS. Dulu dibantu komite,
tapi sekarang komite dihapus. Gaji kami kecil, dan belum tahu apakah akan tetap
digaji atau tidak. Kami hidup dalam ketakutan,” jelasnya.
Dita, guru honorer dari Tulang
Bawang Barat, bahkan mengaku pernah menerima gaji hanya Rp150 ribu per bulan.
“Saya pernah digaji Rp25.000 per jam, totalnya cuma
Rp150 ribu sebulan. Itu cukup untuk apa? Kami sudah bantu bangun sekolah dari
nol, tapi sekarang kami malah tertinggal. Kami bukan minta dikasihani, tapi
kami ingin diakui dan diberi kejelasan,” katanya.
Guru-guru honorer R4 menuntut agar pemerintah segera menerbitkan regulasi afirmatif yang adil, memastikan perlindungan hukum bagi mereka, serta mengangkat mereka menjadi PPPK tanpa tes ulang — sebagaimana halnya afirmasi yang diberikan pada tahap seleksi sebelumnya. [MP/**]
